Taman Nasional Gunung Halimun Salak menjadi model ekowisata berkelanjutan yang mengintegrasikan konservasi dengan pembangunan ekonomi hijau regional. Kemitraan konservasi jangka panjang hingga 10 tahun memberikan fondasi kuat untuk sinergi infrastruktur dan pelestarian lingkungan. Program bioprospeksi dan ekowisata menggerakkan ekonomi hijau bagi Kabupaten Sukabumi, Bogor, dan Lebak Banten.
Teknologi digital dan artificial intelligence akan mengoptimalkan sistem monitoring biodiversitas dan deteksi dini ancaman kawasan konservasi. Platform integrated management system memungkinkan kolaborasi real-time antara pemerintah, LSM, akademisi, dan masyarakat dalam pengelolaan adaptif. Smart conservation technology meningkatkan efektivitas perlindungan habitat 113.357 hektar hutan hujan pegunungan yang tersisa.
Pemberdayaan masyarakat melalui skema payment for ecosystem services memberikan insentif ekonomi langsung untuk konservasi berkelanjutan. Community-based ecotourism dan sustainable forest management menciptakan lapangan kerja hijau bagi komunitas di sekitar kawasan. Regenerasi pengetahuan tradisional Kasepuhan terintegrasi dengan ilmu konservasi modern untuk pengelolaan holistik dan berkelanjutan.
Climate change adaptation strategy mempersiapkan TNGHS sebagai refugia biodiversitas menghadapi perubahan iklim global di masa depan. Koridor ekologi menghubungkan fragmen habitat untuk meningkatkan resiliensi ekosistem terhadap tekanan antropogenik dan perubahan lingkungan. Network conservation approach menjadikan TNGHS sebagai hub konservasi regional yang menginspirasi taman nasional Indonesia lainnya.